Sunday, August 01, 2004

Nonton Bareng

Minggu 1 Agustus 2004

Hari ini adalah hari pertama dalam sejarah hidup Ray nonton bioskop dan untuk pertama kalinya kami nonton bareng bertiga.
Setelah sekian lama menunggu Film bioskop yang boleh dan pantas Ray tonton, pilihan jatuh pada Film Spiderman 2.
Jauh-jauh hari sudah aku rencanakan, dan tanya teman-teman yang sudah nonton, seberapa pantas ditonton oleh Balita. Agak ragu sebetulnya...tapi kapan lagi? Spiderman gencar di iklankan di TV. Sebelum nontonpun, tingkahnya sudah bikin geleng-geleng kepala. Jari tangannya sudah fasih menirukan Spidy ber "Ziiiiip!" meluncurlah jaring laba-labanya...
Ray bisa merangkak dari ruang tamu ke dapur...meloncat dari atas bangku belajarnya...dan lagi..."Ziiiiip!"
Dan saya? Tentu saja kebagian jadi Octopus...
Kalau sudah begini, Ummi kebagian melerai.

Kami menonton pertunjukan yang jam 15.00
Sebelum menonton, Ray diwanti-wanti untuk pipis dulu. Selalu dia tolak, karena ditanya berulang-ulang, "Bang pipis dulu yuk." Akhirnya kesal juga dia...berteriak, "NGGAAAAAAK!" lalu manyun dan menyilangkan kedua tangan di dadanya.
Setelah loket buka, kuajak dia ikutan antre tiket. "Kayak mau naik baswe," katanya.
Begitu pintu teater dibuka, segera kami masuk. Kuberikan tiket pada Ray untuk di serahkan pada embak penjaga pintu masuk.
Saat mencari bangku, mulut mungilnya nyerocos mempertanyakan banyak hal.
"Tiketnya kok dilobek sama embaknya?"
"Lho Spidelmennya mana?"
"Kita ini mau ngapain sih Bi?"
"Tivinya mana?"

Setelah mendapatkan tempat duduk, H7-8-9 (Ray duduk ditengah) mulailah ia mengamati sekeliling...
Ummi membantu abang melepas sepatu, agar bisa berdiri atau apapun, karena bangku yang ini terlalu lebar buatnya.
Hingga saat lampu dipadamkan, tangannya menarik lenganku kearahnya,"Bi...lampunya kok dimatiin?"
"Kalau lampunya dinyalain, gambar yang di depan nggak kelihatan."
"Tuh lihat yang dibelakang, gambar yang didepan itu di senter dari belakang situ." sambilku menunjuk ke arah Proyektor.
(Slide "Selamat Menonton" dilayar)
Ray melihat ke layar di depan lalu ke proyektor dibelakang berulang-ulang, ku biarkan.
Film segera diputar, Ray masih sibuk dengan rasa ingin tahunya.
"Bi...kok ada embaknya di belakang situ?"
Aku ikut menengok kebelakang, tampak diruang operator ada embak yang tadi menyobek tiket di pintu masuk.
"Oh itu orang yang muterin filmnya Bang."
"Pleyelnya dimana bi?" (Player maksudnya...)
"Ya itu playernya nak."

Saat layar menampilkan gambar penuh, makin nerocos ia...
"Tivi nya gede banget bi!"
"Itu layar nak."
"Layan?"
"Laaa yar!" kutinggikan suaraku (Suara gelegar dan dentuman mulai silih ganti)
"Oh...Layal!" jawabnya sambil mengangguk.
"Kayak perahu?"
"Ya!" jawabku singkat karena terpecah perhatian antara menonton dan menjawab pertanyaannya.
"Olangnya juga gede-gede ya bi?"
Aku mengangguk sambil senyum kearahnya.

Sesekali aku menjelaskan jalan cerita yang tengah kami tonton, karena ia tampak sebal dengan percakapan. (habis gimana dong, bahasa...Inggris, teks...belum bisa baca).
Saat adegan lucu, spontan aku tertawa, Ray akan dengan cepat bertanya, "Bi, kenapa ketawa bi?"

Ada adegan dimana Petter Parker pulang ke apartemennya yang dekat dengan rel kereta api. Di dalam kamar Petter sedang termenung, lalu ada suara kereta api melintas dari sebelah kanan belakang menuju kedepan. (Dilayar tidak ada tampilan kereta api sama sekali). Hanya suara!
Ray menengok ke kanan atas dari belakang...terus hingga ke depan kembali menatap layar.
"Keleta apinya mana bi?"
"Rumahnya kan deket rel kereta api...tadi ada kereta api yang lewat."
"Ooo."

Menjelang usai, ku pakaikan lagi sepatu Abang.
"Lho kok sepatunya dipake?"
"Filmnya mau habis bang."

Lampu mulai dinyalakan, masih redup. (dilayar melaju kredit titel)
Penonton lain meluncur menuruni bangku penonton, aku menggendong Ray ke arah deretan bangku paling atas, deretan bangku A.
Sambil sibuk aku menunjuk dan menjelaskan, "Itu tadi proyektornya...ada 3, muterin filnya gantian, dari sini disenter ke depan sana di layar, dan itu spikernya yang ngeluarin suara kereta api, suara tembakan, macem-macem. Tuh ada berapa spikernya, 1-2-3-4-5-6...banyak kan?"
Ummi berdiri tetap di deretan banku H, menunggu kami berdua turun.
Ray kuturunkan dari gendonganku, ia masih menengok ke belakang, "Bi...itu embak yang tadi masih disitu bi!"
Tampak dari lubang tempat proyektor paling kanan wajah perempuan tadi mengawasi aku dan Ray yang keluar belakangan.
tepat dibawah...didepan layar, sejenak aku ajak Ray untuk memperhatikan layar.
Agar ia tahu bedanya layar bioskop dengan layar pada perahu.
"Tadi disenter kesitu ya bi?"
"Gede' ya bi?!"
"Nah akhirnya kamu tahu!" kataku dalam hati.

Diluar belum terlalu gelap (17.00)
Ray...cara jalannya berubah!
Berlari mendahului kami orangtuanya, kemudian berhenti mendadak, membalikkan badan dengan kaki kuda-kuda agak lebar, dan...tangan mungilnya menirukan..."Ziiiiip!" tangan kiri "Ziiiiip!" tangan kanan. Lagi...dan lagi.
Tingkahnya mengundang senyum penonton lain yang tersisa dan orang lain yang kebetulan melihat.

"Nak, bila kelak kamu memiliki kemampuan lebih, tetap rendahati ya seperti Petter Parker tadi."

Amien!


Wednesday, July 07, 2004

Sakit Jantung

(Ceritanya flesbek ke 2 hari lalu!)

Ray dan Ummi sedang nonton Sinetron "Canda"
(Aduh Ummi...apa ngga ada tontonan lain?)
Saat adegan dirumah sakit, digambarkan ayah Canda tengah terbaring lemah dengan selang dihidung sebagai alat bantu pernafasan, banyak kabel menempel di dadanya, mendeteksi keberadaan denyut jantung.
Suara latar...isak tangis dan "bip...bip...bip."

"Mi, kok selangnya kehidung?" tanya abang sambil mencolek lengan Ummi.
Ummi mulai berkaca-kaca.
"Oh...e, itu untuk membantu bernafas." sahut Ummi terpecah konsentrasinya.
"Kok di dadanya ditempel-tempelin kabel Mi?" sahut Ray lagi. Kali ini dengan sedikit mengguncang lengan Ummi, menuntut perhatian penuh.
"Hmh...itu karena Ayahnya Canda lagi sakit jantung, jadi ditempelin kabel buat denger detak jantungnya." jawab Ummi mencoba berbagi perhatian.
Dahi Ray berkerut...dan manggut-manggut.

Kemudian...
"Biiiiiiiiiiiiiiiiiiii........p!"
Pecahlah tangis dari orang yang ada disekitar ayah Canda.
Ayah Canda mati!

"Lho kenapa kok pada nangis Mi?" Ray penasaran.
Ummi menoleh ke arah Ray, seraya mengelus-ekus kepalanya.
"Lho Ummi kenapa nangis juga?" Ray keheranan.
"Ayahnya Canda meninggal Bang." jawab Ummi sambil menyeka air mata yang percuma.
"Meninggal?"
"Kenapa?"
"Meninggal itu mati Bang." Ummi mencoba menjelaskan.
"Iya Mi...meninggalnya kenapa, kena tembak, apa ketablak mobil?"
"Meninggalnya karena sakit jantung Bang." Ummi berusaha mempertegas.
"OH...kalo sakit jantung itu bisa meninggal ya Mi?" tanya Abang sambil menegakkan posisi duduknya.
"Iya..." jawab Ummi singkat.
Kali ini Ray manggut-manggut lagi.

(Ting! dari flesbek...ke kejadiannya kemarin)
Aku pulang cepat karena nggak mau ketinggalan "Lagi" six feet under.
22.10 Kuketuk pintu.
Ummi membukakan pintu, tapi Ray yang pertama kulihat dari balik puntu.
"Assalamualaikum....lho kok belon bobo nak?" berakting kaget.
Dibalas senyuman lucu si Abang seperti biasa.
"Assalamualaiku!" kuucap lagi meminta jawabannya.
"Wa'alaikum salam." sambil mengulurkan tangan kanannya padaku.
Setelah ritual cium tangan, berbagi cium pipi dan peluk untuk Ray dan Ummi, aku kebelakang untuk meletakkan tas/sepatu.
Ray mengikutiku dari belakang.
Sambil meletakkan sepatu, kulihat Ray tengah membuka tas yang kuletakkan sebelumnya didekat pintu. Dikeluarkannya Koran jatah yang kubawa pulang.
Sambil duduk dilantai, ia mulai membalik-balik halaman koran, dan mulutnya mulai berceloteh...

"Bi, besok beli Kacang Galuda ya Bi!" katanya seraya menoleh kearahku yang tengah ganti baju.
"Di Alfa Bi!" tambahnya.
"Lho kok kacang?...bukannya abang lagi batuk?" jawabku beralasan.

"Bukan buat Abang...tapi buat Abbi!"
"Bial Abbi nggak sakit jantung, makan Kacang Galuda, Bi!"
"Soalnya kalo sakit jantung nanti bisa meninggal lho Bi!"

Aku nggak bisa ngomong apa-apa...sementara dari depan TV terdengar Ummi cekikikan mendengar percakapan aku dan Rayhan.
Aku yang belum sempat mencari celana pendek melongok dan melotot ke Ummi, "Ummi yang ngajarin?"
"Enggak!" geleng Ummi cepat sambil melotot juga dan tetep ketawa.
"Kok Abang ngomongnya begitu?" tanyaku sambil jari jempolku mengarah ke Ray yang ada di dekat pintu belakang...acuh...duduk di lantai dan masih tetap lihat-lihat gambar di koran.

Setelah mendengarkan penjelasan Ummi "Lagi?" sedikit lega aku.
Televisi bisa bikin bodoh, tapi juga bisa bikin pinter.
Tergantung apa dan siapa yang dilihat.
Serial Sinetron Canda yang bagiku bisa bikin bodoh, dan Iklan kacang garuda yang bagiku terlalu komersil, melahirkan slogan baru dari Ray.
"Biar nggak sakit jantung, makan dong kacang Garuda."

BAH!

Monday, July 05, 2004

Coblosan

"Bi...bangun Bi!"
(lamat-lamat setengah sadar aku dengar suara si Abang).
"Hmeeeh......"
(aku masih ngantuk karena nonton separuh babak sepak bola semalam).
"Woy...Abbi! Bangun Bi!"
(semangat betul nih anak).
"Ayo Nyoblos Bi...."
(mulai mengguncang-guncang badanku).
"Nyoblos pakai hati Nulani Bi!"
(Katanya sambil telunjuk kirinya ke dada)
"HAH?"
(Siapa juga yang ngajarin?)

Aku langsung terduduk...salah apa aku sepagi ini dinasehati anak yang belum genap 4 tahun?
Kucari tahu ke Ummi, siapa yang ngajarin ngomong "Hati Nurani?!"

Fuih! (setelah mendengar penjelasan Ummi).
Iklan layanan masyarakat menyambut pemilu itu telah dihafalnya diluar kepala.

Debat Capres

"Mi' abang mau ikut pemilu!"
"Emangnya abang tau pemilu itu apa?"
"Tau!... Pemilu itu kan milih caples sama cawaples!"
"Abang kan masih kecil."
"Lho! Abang kan udah gede, kan abang mau punya dede."
"Kata Ummi... abang udah gede soalnya mau punya dede."
"Emangnya kalo abang ikut pemilu mau milih siapa?"
"Abang mau milih Amin Lais!"
"Lho kok Amien Rais?! Bukannya Ibu Mega?"
"Soalnya kalo Ibu Mega ngomongnya lama!"

(percakapan ini terjadi saat mereka berdua tengah menyaksikan debat capres/cawapres, antara pasangan Amien Rais dan Megawati di TVRI).

Mimpi Kali Ini...

"Semalam Ummi bermimpi ada Naga, Bi!" kata Ummi serius.
"Naga?"
"Iya!"
"Dulu waktu kamu lagi hamil Rayhan mimpi apa...singa?" kataku coba mengingat-ingat.
"Bukan! Waktu hamilnya abang, Ummi mimpi ketemu Gus Dur sama Megawati."
"Oh, iya aku lupa." tambahku cengengesan.

(Aku coba mengingat-ingat saat itu)
Saat dimana kami berdua masih tinggal di sebuah kamar ukuran 3x3 meter persegi, pada lantai dua di Klaten.
Banyak prediksi dari para tetua—kebanyakan sih dari mertua—kami yang memperkirakan seperti apa anak kami kelak. Saat itu Gus Dur adalah Presiden dan Megawati wakilnya.
Dalam mimpi Ummi, Gus Dur tengah "mencilukba" anakku yang berada di timangan Megawati.
Aku tidak banyak ambil pusing, semuanya kuamini yang menurutku baik.

"Wah, naganya segede apa mi?" tanyaku penasaran.
(Hamil kali ini mimpi naga?!)
"Pertamanya naganya kecil...lalu masuk ke hidungnya Ummi..."
"Makin dalam, lama-lama membesar, tambah kedalam, sampai Ummi nggak bisa nafas!" kata Ummi sambil telunjuknya dimasukkan ke lubang hidung sebelah kanan, mendongak, dan memperagakan seolah tengah sesak nafas.
(Aku terduduk dari selonjorku yang tadi...serius nih!)
"Ummi nggak bisa nafas Bi!" tambahnya kemudian.

"Begitu Ummi terbangun, kelingking si Abang ada di lubang hidungnya Ummi!"
"Dimasukkin daleeeem banget!" kata-kata Ummi mulai tidak beraturan, ditimpali ketawanya sendiri.
"Sampe Ummi emosi, tangan si Abang Ummi ceplés!" kali ini dengan tertawa penuh.

Sejak kecil, Ray memang terbiasa untuk tidur dengan memasukkan jari kelingkingnya ke lubang hidung Ummi. Lebih parah lagi saat Ray disapih. Seolah inilah pelariannya karena sudah tidak menikmati ASI.

Yang nggak bisa aku terima...sudah hampir 4 tahun Ummi selalu tidur dengan hidung terisi jari si Abang, kenapa mimpi Naga kok baru sekarang...gitu Looh?!
(mengucapkan "Gitu Loh!" harus seperti yang diucapkan iklan sepatu Bata)

Ummi...Ummi...Pliss deh!
(mengucapkan "Pliss deh!" sama seperti yang diucapkan si Alam)

Friday, July 02, 2004

Sang Penengah.

Matahari belum lagi menciutkan bayangan yang jatuh dari benda diatasnya. Tidur subuhku pupus, lamat kudengar keributan antara Ummi dan Ray dari dapur. Hmmh...seperti biasa, ritual yang sudah-sudah, sebelum tulang punggungku tegak menopang badan dengan bangun terduduk dari rebah, kupanggil keduanya yang kebetulan tengah berseteru kata itu untuk kemudian kupeluk.

"Abbi sudah bangun?" sontak Ray sambil ber-larilarikecil dari dapur menghampiri dan terbenam di pelukanku. Kedua tangan mungilnya menyodorkan kostum Batman kesayangannya padaku. Ummi menyusul 10 detik kemudian. Bergurat kesal diwajahnya. Kuberi Ummi senyuman pertama untuk hari ini, untuk kemudian kupeluk.

Mhhh...aku bangkit untuk duduk,"Ada apa sih, kok Abang bikin Ummi marah?"
Ray menyodorkan lagi kostum Batman-nya. Tanpa berkata apa-apa, cemberut ia.
"Bau-in deh Bi, masak sudah di keranjang cucian kotor masih mau dipake juga?" kata Ummi sedikit kesal.
"Hmmh...bau apek nak, biar Ummi cuci dulu yah?" ujarku memberi pengertian.
Ray mengguncang-guncangkan pundaknya, alisnya menyatu, mulutnya manyun..."Kan bisa disemplot pake Kispley!"
"Kispray itu dipakai kalau mau disetrika, nak..."
"Baju Abang kan nggak kusut, nggak pellu disetlika!" kata abang ngotot.
"Abaang...baunya itu karena ada kuman...bauin deh." seraya menyodorkan kostum Batman dekat kehidung Ray.
Ray tidak mau membaui bajunya, matanya mulai berair, "Abang mau main, Bi. Diluar ada anak-anak."

"Hmmmmh...ya sudah, sini Abbi pake-in, tapi sesudah main langsung diganti ya bajunya." dibalas anggukan girang si Ray.
"Mi, besok-besok...baju ini kalo habis dipakai dan sudah bau, langsung direndem aja. Daripada diambil lagi dari keranjang cucian," kataku sambil memakaikan kostum Batman.
Masih kutangkap sisa kesal di wajah Ummi. Sejurus, banyak pesan yang keluar dari mulut Ummi untuk Ray. Jangan nakal, jangan rebutan mainan, jangan masuk rumah orang tanpa permisi, jangan..., jangan..., (dan terakhir...) Adzan Lohor pulang!

Masih dengan ber-larilarikecil, Ray menuju pintu depan untuk keluar dan bermain. Aku menyusul dibelakangnya, melihat suasana permainan mereka sesaat, ada Dimas yang tengah bermain sepeda roda tiga dan David menemani. Tampak girang ia. Kututup pintu.

Kuraih remot TV, huh infotemen, kumulai dari nomor terkecil, infotemen lagi...ganti lagi...infotemen lagi...ganti lagi, ada apa di Indonesia ini?!
Aaahh...Sopia Lacuba ngerusak rumah tangga orang lagi...ah periblis dengan infotemen.

Mataku terselamatkan di TVRI, yang membahas tuntas tentang Film-film perang Amerika.
Tenang untukku 30 menit kedepan.
Ummi menghampiri dengan segelas teh panas di tangan.
"Masak apa Mi?" kataku sambil meraih gelas itu.
Belum sempat Ummi menjawab, dari luar terdengar tangis anak kecil yang telah ku kenal akrab 4 tahun terakhir.
"Ray kenapa tuh Bi!" sergah Ummi menyelidik. "Liatin Bi!" tambah Ummi.
Bergegas ku buka pintu, kulihat keluar. Tampak Ray menangis keras sambil berjalan ke arah rumah dan memegangi kepalanya. Begitu mata kami bertatapan, tampak Ray sedikit terkejut melihatku ada di balik pintu yang tidak kubuka lebar. Kemudian Ray berbalik badan, berbalik langkah...menuju sumber masalah.
3 meter dari tempat Ray berdiri, ada dua orang anak seusianya terlihat berlari menjauh dari tempatnya membuat masalah, Dimas dan David. Sementara Ray tetap berjalan ke arah mereka berlari.
Kuputuskan untuk melanjutkan menonton TV, selesaikanlah dengan baik nak harapku dalam hati.

Setelah mengambil jilbab dibelakang, Ummi bergegas keluar untuk mencari tau permasalahan. Berbicara dengan tetangga dewasa yang kebetulan menjadi saksi mata.

David ingin meminjam sepeda Dimas, mereka berdua berebut sepeda, Ray mencoba melerai.
Dimas memukul kepala David.
David membalas memukul Dimas...pukulan David mengenai kepala Ray..
kepala Sang Penengah.
Ray menjerit kesakitan, kedua anak itu takut, dan berlarian.

Kusambut dengan senyum saat Ray masuk rumah dituntun Ummi.
Kucoba mencari tahu versi Ray.
Tidak jauh berbeda dari keterangan Ummi...
Ditambah kesimpulan Ray sendiri,"Abang nangis tapi menang Bi!"

"Nak, Menjadi petarung itu hanya SATU yang harus diwaspadai...yaitu lawanmu!"
"Sementara menjadi penengah itu ada TIGA yang harus diwaspadai...yaitu; ke satu dan kedua adalah orang yang tengah berseteru, dan yang ketiga adalah melawan dirimu sendiri!"

I Love you, Nak!



Tuesday, June 08, 2004

dari Notepad di Yahoo!

Selasa, 30 Maret 2004
Hari ini aku selesaikan komik Palestine#1-ku di kantor (thank's to Ummi-ku sayang! Dia yang membuat komik itu tak tertinggal di rumah), baca dirumah? Mana bisa! Aku akan selalu tergoda untuk mengganggu Ray yang juga jahil.

Sementara Ray?
- Ia ngobrol banyak dengan Utti-nya via telpon genggam Rabu malam (29/3), pesannya pada U'ut (panggilan sayang dari Ray untuk mertuaku): tonton AFI ya Ut! Ingat, ketik AFI ...spasi, BATMAN.
- Ia sudah bisa (lancang) berbagi kentut denganku lewat kepalan mungilnya. (Huh...siapa juga yang ngajarin!).
Ia akan selalu bilang kalau (sudah) kentut. (Terlambat nak, kami tidak pernah diberi kesempatan untuk menyelamatkan hidung kami).
- Ia berteriak memaki kucing yang mengorek tas plastik berisi sampah yang di titipkan Ummi untuk ia buang di depan rumah.
"Hoooi...JANGAN....Hoooi...KUCING!...Nggak Boleh!"
- Mulanya lantaran protes, lalu mainin pintu...terjepitlah jari tengah tangan kanannya. Dia berusaha keras untuk menahan tangis, walau airmata mulai berlinang. Dengan pasang muka jutek+bete dia bersembunyi dibalik tirai jendela depan (sekitar 5 menit). Lalu (untuk 15 menit kemudian) tetap "keukeuh" menolak menunjukkan jari mana yang tadi terjepit.
(Ray? Gwe Banget!).
- Ia membalas memukul Nia saat bermain kerumahnya, setelah sebelumnya mendapat pukulan di wajah. (Dear God!)


Rabu, 31 Maret 2004
Hari ini aku selesaikan komik Palestine#2-ku. (Ada lagi?)
Semalam menu Fu Yung Hai ala Vita (entah gimana penulisannya-tapi aku hafal rasanya).
Tak sempat aku menjemput Ray dari sekolah, bangun siang, tidur setelah Subuh.

How about Ray?
- Ia bantu Ummi-nya buang sampah seperti biasa, tapi 2x keluar-masuk bawa tas plastik itu.
Hampir menangis ia debat sama Ummi. Alasannya, "Kalau ditaluh di depan nanti sampahnya diselobot kucing kayak kemalin!"
(DISEROBOT? dari mana dia dapat kata itu?)
Setelah diberi pengertian (Ummi sedikit ngotot), Ray akhirnya menurut untuk meletakkan tas plastik putih berisi sampah itu didepan rumah.
- Ia merajuk, "Bi, abang diantelin beli pesawat Sukhoi dong." (Tenang nak aku beli'in).
- Ia terbangun dari tidur siangnya karena gaduh diluar.
Sungguh, ia lebih berani dariku untuk menghardik anak-anak tetangga.
Tanpa basa-basi ia keluar rumah dan teriak, "Hey...blisik!" "Hey...jangan belisik...abang lagi bobok!"

"Dengan Ray, selalu ada yang mengejutkan setiap harinya."
I Proud of you son!


Minggu, 4 April 2004
Menginap di Mama Etha, Paginya ke Sogo Jongkok untuk mencari rompi (kostum untuk karnaval 21 April) plus pesawat Sukhoi untuk Ray. Tampak senewen ia pada setiap pedagang mainan yang kami lewati, mainan yang dicarinya belum juga ketemu.
Sambil berjalan cepat didepan ia memegang tangaku, gesit menyusup jubelan pembeli lain.
Alhamdulillah akhirnya aku dapatkan pesawat itu, 5 ribu rupiah...sekalian aku borong 4 buah (mungkin sisanya suatu saat bisa buat kado).
Belakangan aku tahu mainan itu seharga 32 ribu rupiah di toko yang menjual barang dengan konsep serius.

Ondel-ondel

Dung crek...dung-dung crek...(berulang-ulang)

Si abang yang masih enggan bangun dari tidur siangnya tiba-tiba terduduk. Bangkit dan berlari ke dapur. Berbalik badan dengan mata yang pupilnya membesar meluncur pertanyaan,"Suara apaan emangnya itu Mi'?" Sebuah pertanyaan menghibur diri yang berkesan..."Sebetulnya Abang nggak takut!"
Karena irama monoton itu sudah dikenalinya bahkan sering dia tirukan untuk menakut-nakuti dedek Nia.
Dung crek...dung-dung crek...
Tidak akan berhenti hingga dedeknya pasang muka panik dengan kedua tangan menutup mulutnya dan teriak, "Ondel-ondeeeeeel...Abaaaaaaang...Takuuuuuuut!"

Dung crek...dung-dung crek...
Kali ini pemeran aslinya mendekati pintu rumah.
Sengaja saat aku memberikan uang recehan, pintu rumah aku buka lebar-lebar agar ondel-ondel terlihat dari dapur.
Topeng kayu lebar berpahatan kasar dengan kumis ijuk memanjang di kedua sisinya, mulut menganga, berpakaian daster lusuh, jalan terhuyung...
Hm...cukup menakutkan...
Halaman rumah kontrakan yang biasanya riuh, mendadak sepi-pi. Tampak satu dua ibu-ibu memperhatikan langkah ondel-ondel. Semua pintu tertutup rapat-rapat.

Dung crek...dung-dung crek...(berhenti...)
"Terimakasih pak!" ucapnya sambil menunduk hormat, saat aku berikan recehan itu yang disambut uluran tangannya yang keriput. Kulempar senyum...walaupun terhalang topeng seram, aku merasa yakin bahwa senyumku terbalaskan.

Dung crek...dung-dung crek...(lagi...dan berulang-ulang)
Sambil menutup pintu, sudut mataku melirik ke arah dalam. Tampak Abang mematung dengan pupil mata yang belum berubah.
Sedari tadi, ternyata Ummi telah berkali-kali menawarinya pelukan. Dan, berkali-kali pula ditolak oleh si sok berani ini.

Kudekati si Abang, kutempelkan telingaku ke dadanya...
Dug..dug..Dug..dug..Dug..dug..Dug..dug.....
"Abang masih takut?" tanyaku.
"Enggaaaaaak!" jawabnya sambil menggeleng cepat dan melotot.

Hm....yo wis....

Masih bawaan orok

Hm...nyaris sebulan aku nggak nengokin "Sekecil Kacang" ini.

Kesibukanku dalam rangka melayani kebutuhan ngidam si Ummi.
Adiknya si Abang ini kelihatannya kolokan banget, nggak bisa tidur kalo perutnya nggak dielus-elus Abbi-nya. So...aku harus rajin pulang cepat, dan bawa pulang pesenan yang dimau Ummi. Mulai dari mpek-mpek di perempatan perdatam, tabloit Saji terbaru, Majalah memasak, Asinan di depan Alfa, buah melon, dan yang terbaru...pisau cukur (Ummi nggak suka kalo diatas bibirku ada kumis sedikitpun).
"OK...fine!"

Kita Flash Back aja kali ya...
Biar aku ingat-ingat...

Sehari setelah kepastian bahwa benihku berpelukan di indung telurnya Ummi, aku tebar sms bahagia ke Papah di Singosari, Bapak/Ibu Mertua di Situbondo, kakak/adik yang bertebaran di Malang, Surabaya, dan Denpasar.
Dikantor...
Orang pertama yang aku kabari, Om Punto via Yahoo Messenger.

Sepulang kerja...
Mi' potongin rambutku dong.
Kata-kata itu nyaris 2 tahun nggak pernah aku ucapkan. Rasanya dengan ber-Sujud Syukur saja kok masih kurang afdol bagiku atas KaruniaNya yang satu ini.
Dan...dari pukul 23.30 hingga 02.15 Ummi babat rambut gondrongku.

Kwinta with a new haircut!
Saat aku menjemput Abang di sekolah, mulai dari masuk pagar hingga pintu kelas si Abang, mata ibu-ibu yang menjemput dan menunggui anak-anaknya tertuju padaku sambil senyam-senyum dan berbisik ke sebelahnya. Bisa ku cuman cengar-cengir, menunduk, dan ngeloyor cepat. Diantara para siswa Kelompok bermain hingga TK, memang CUMA aku Ayah yang rajin ikut menunggui putranya di luar kelas (bagiku menyesal rasanya kalau hanya tahu tingkah polah si Abang di sekolah hanya melalui cerita Ummi). Dari luar, melalui jendela kaca kelas aku bisa dapatkan banyak momen yang nggak mungkin terulang dan tak terbayar oleh apapun.
Ampun...mereka lagi ngomongin rambut baruku!

Mamanya Aksa menyusul Ummi kedalam kelas, "Mama Rayhan, tuh dicari pacar barunya tuh diluar!"
Di pintu kelas mamanya Billa nyeletuk, "Tuh kan bener tebakan gue, Bang Ray mau punya dede kan?
Mamanya Andien nambahin, "Pantesan Papanya makin sering nganterin ke sekolah, elu lagi mabok-maboknya kan?"
(Karena Ummi ber morning sicknes-ria, maka yang nganter si Abang sekolah siapa lagi? Me dong! Mau pake babysitter dari Hong Kong? Ntar malah ngomong, Hap! "Tji tji haw, tse tse tji tji haw.")

Menyadari kedatanganku si Abang berdiri sambil menunjuk ke arahku dan berteriak,"Bu Nunung...bu Nunung...tuh Abbi tuh, rambutnya dicukur!"
So...wajah cantik guru anakku itu memerah.
Kami saling bertukar senyum...
Whuaaaaah! Ting...ting...




Thursday, May 13, 2004

Nah...akhirnya...

Hari ini sepulang kerja, Ummi beri kabar yang bagiku tidak mengejutkan tapi WAJIB untuk bersujud Syukur berjamaah.
Alhamdulillah...spermaku terbuahi di indung telurnya Ummi. (bilang "hamil" aja sok mbiologi).
Didapat kepastian itu setelah hasil tes urine yang menunjukkan 2 strip merah di tespek (nulisnya gimana sih?) yang Ummi beli di apotik Kebon Jeruk sepulang dari rumah Mbak Terta sore harinya.

Kenapa tidak mengejutkan?
2 minggu belakangan Ummi rajin masak dengan resep yang didapat dari Tabloid SAJI. Curigaku bertambah setelah hasil masakan selalu dibagikan ke rumah sebelah (Ayah Imam dan Om Tono). Bahkan pernah membuatkan Om Tono menu rujak cingur tanpa mensisakannya buatku.
Apa aku marah? Oh tidak...malah aku nyeletuk, "Ummi ini bawa'an orok."

Setiap acara makan dimulai aku jadi sering nanyain, "Yang ini namanya menu apa? Kalo yang itu? Namanya apa?"
Dan...nama-nama aneh masakan baru meluncur dari mulut Ummi plus penjelasan cara masaknya...(plis deh, gw jadi kenyang duluan sebelum makan).

Ada Ayam bakar tumis saus manis, ada Kentang cincang bumbu rendang, ada Taoge goyang lidah (nama apa lagi ini!), ada Telur gulung saus asam, dan pernah saat menu "Ikan bawal bumbu pedas" terhidang..."Waks! Merek dan yang tersaji kok beda, ini ikan bawal kok langsing-langsing?"
"Oh, itu hasil modifikasi...ikan bawalnya nggak ada jadi pake ikan yang langsing-langsing ini," jawabnya ringan banget.

Mi' kayaknya berat badanku nambah deh...

Thursday, May 06, 2004

Sok Gelut!



Lihat pipi kiri Nia, ada titik hitam kan? Ini hasil jepretan Om Punto saat bertandang ke Cipulir hari Minggu lalu dengan HaPe NOKIA-nya. Dan gambar ini tidak sempat di rekayasa. Keadaan dalam foto ini terbilang langka, karena Ray dan Nia makin hari makin sulit untuk bisa duduk berdua tanpa berkelahi.

Titik hitam dipipi kiri Nia itu adalah hasil cakaran kuku si Abang usai berebut mainan (entah berebut sendal) dua hari sebelumnya. Yang Abangnya Jahil, yang Dede'nya demen ngegodain. Yang Dede'nya suka teriak, "Ape lo!" (sambil melotod), yang Abangnya suka bilang, "Gue Tabok lu!" (sambil ngacungin bogemnya).

Ampuuuuuuuuun.....deh!